Ibuku Kekasihku -02
Ketika aku terbangun, hari sudah malam dan Ibu tidak ada di sampingku, dan kamarku telah dinyalakan lampunya. Kutengok ke jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam, aku lalu bangkit menuju kamar mandi. Setelah mandi, aku ke ruang tengah, Tanty kakak tiriku sedang bersama Rocky adikku menonton TV, Ibu tidak kelihatan, juga Papa. Keadaan rumah amat sepi.
"Ibu mana Tan..?" tanyaku kepada kakak tiriku sambil aku mengambil tempat agak jauh darinya supaya aku dapat leluasa memandang wajah Tanty, kakak tiriku ini.
"Ibu lagi tidur, lagi nggak enak badan." kata Tanty.
Pasti Ibu capek akibat kerja keras tadi siang itu, pikirku sambil diam-diam kuperhatikan kakak tiriku ini. Dia bagai pinang dibelah dua dengan Ibu, hanya kulitnya agak sawo matang. Tubuhnya tinggi dan atletis, sebab Tanty juga senang berolahraga, terutama renang dan bola basket. Tanty hanya memakai celana pendek, hingga nampak paha dan betis kakinya yang panjang indah itu, merangsang juga.
Lalu aku berjalan ke kamar tidurnya Papa dan Ibu, ternyata Papa belum pulang dan Ibu sedang lelap tertidur. Pelan-pelan supaya tidak membangunkannya, kututup pintu lagi dan berjingkat-jingkat mendekati tempat tidur. Ibu sedang tertidur pulas tapi bias-bias keletihan masih terlihat di wajahnya, akibat tadi siang disetubuhi sampai dua kali olehku. Aku membungkuk dan mencium pipinya, kemudian bergegas keluar dari kamar itu kembali ke ruang tengah. Kulihat Tanty dan Rocky duduk berdampingan layaknya orang pacaran dan keduanya nampak serius sekali ngomongnya, aku jadi bingung sendiri. Aku kemudian kembali ke kamarku.
*****
Beberapa bulan kemudian berlalu, dan pada suatu hari Ibu mengaku padaku bahwa selama ini ada tiga orang lelaki yang telah berselingkuh dengan Ibu, salah satunya adalah Oom Errol yang selalu menyetubuhi Ibu dari 'pintu belakang'-nya. Selama Oom Errol pergi berlayar, Ibu selingkuh dengan seorang temanku, tapi agak jauh lebih tua dariku, namanya Johnny dan orang ini juga paling suka menyodomi Ibuku. Lubang dubur Ibu sampai rusak begitu adalah akibat perbuatannya Johnny ini, kadang-kadang dia suka memasukkan ketimun ke dalam dubur Ibu itu, bahkan sering memukul Ibuku kalau Ibu menolak kemauannya, tapi Ibu tetap saja meladeninya juga.
Satunya lagi adalah Oom Ridwan, tetangga depan rumah kami. Pantesan Ibu jarang duduk-duduk di depan rumah, soalnya Ibu merasa malu kalau nanti terlihat sama Oom Ridwan ini. Oom Ridwan baru menikah setahun yang lalu, isterinya baru tiga bulan yang lalu melahirkan. Dia sudah main dengan Ibu jauh sebelum kawin, padahal Oom Ridwan ini teman baiknya Papa. Kemudian ada dua orang bule Amerika yang Ibu kenal lewat perantaraan seorang temannya.
Juga menurut pengakuan Ibu bahwa Erza dan Tria, kedua adikku itu adalah hasil hubungan gelapnya dengan Oom Errol, jadi keduanya adalah anak-anaknya Oom Errol. Dan setelah kuperhatikan dengan teliti, wajah kedua adikku itu memang keduanya agak mirip dengan Oom Errol, apalagi si Tria yang baru berusia lima tahun itu. Masalahnya Papa sudah tidak berdaya lagi, dan Papa hanya diam saja sekalipun Papa tahu tentang semua penyelewengan Ibu.
Kuingat terakhir kali Oom Errol muncul di sini sekitar tiga bulan yang lalu, ketika siang itu aku sudah pulang sekolah. Kulihat sendiri betapa mesrahnya Ibu menyambutnya, Ibu menggantung di lehernya dan Oom ini mendekap Ibu kuat-kuat. Keduanya berciuman di bibir, di depanku tanpa memperdulikan aku. Aku dengar suara Ibu mendesah dalam pelukannya Oom Errol. Aku jadi marah dan segera keluar dari rumah, sorenya aku telepon ke rumah, ternyata Ibu belum juga pulang kata Rocky adikku, yang ada di rumah hanya dia dan Tanty.
Pintu depan tertutup, kuintip lewat jendela tidak ada orang di ruang depan, lalu aku masuk dari pintu belakang, kemana Rocky dan Tanty? tanyaku dalam hati. Di ruang tengah pun tidak ada siapa-siapa. Suasana amat hening, aku naik ke atas. Ketika mendekati kamar tidurnya Tanty, sayup kudengar suara helahan napas. Tanty..? Aku jadi curiga, lalu mendekati pintu kamarnya yang rupanya tidak terkunci. Lupa dikunci mungkin. Aku mendorongnya sedikit terbuka, dan kini suara erangan dan desahan itu semakin jelas, itu suaranya Tanty seperti sedang..
Pelan-pelan kudorong pintunya dan melongok ke dalam, ya Tuhan..! Aku hampir berteriak saking kagetnya atas apa yang kulihat. Tanty dalam posisi menungging dan Rocky di atasnya sedang menyodomi Tanty pada liang duburnya, persis seperti apa yang sering aku dan Ibu lakukan. Saking asyiknya, hingga mereka tidak sadar akan kehadiranku di belakang mereka dan terus menonton permainan ini sampai berakhir dengan erangan dan jeritan lirih suara Tanty sambil menggoyang pantatnya keenakan dan kesetanan persis seperti Ibu.
Ketika Rocky mencabut rudalnya yang juga lumayan besar itu untuk anak seusia dua puluh tahunan, nampak lubang dubur Tanty yang merah menganga terkuak, tapi tidak sebesar lubang duburnya Ibu. Betapa kagetnya keduanya ketika melihatku. Wajah keduanya nampak pucat pasi dan Rocky langsung melompat turun dari tempat tidur dan berdiri bingung memandangku. Aku tetap berusaha berwajah serius seperti marah, walau dalam hati aku mau tertawa sebenarnya.
Keluarga yang rusak! Makiku dalam hati.
"Rocky, kamu cepat keluar..!" bentakku.
Adikku ini langsung berhamburan keluar dengan sangat ketakutan. Kuhampiri Tanty yang masih terbaring bingung tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya yang mulus yang masih bermandi keringatnya itu. Dia menatapku dengan penuh ketakutan. Aku mendorong balik tubuhnya dan memegang pantatnya serta menguakkannya untuk melihat kembali bentuk lubang duburnya itu, masih merah kehitam-hitaman. Dua jari tanganku menusuk masuk ke dalam lubang dubur kakak tiriku ini, Tanty merintih tertahan. Rupanya keduanya telah cukup lama juga melakukan hal ini. Kemudian aku segera keluar meninggalkan kamarnya, masuk ke kamarku dan tidak keluar lagi.
Esok paginya Tanty tidak pergi kuliah, katanya sakit. Dan siangnya ketika aku pulang Tanty tidak pernah keluar dari kamarnya.
*****
Selama Oom Errol berada di darat, Ibu meminta pengertianku untuk tidak menyentuhnya, malahan Ibu mengajakku berdua ke rumahnya Oom Errol. Ketika tiba di sana, Oom Errol lagi keluar. Dia ke kapalnya sebentar, yang ada hanyalah seorang laki-laki bernama Peter dan seorang cewek cakep yang mengaku namanya Nita. Sementara Ibu mengobrol dengan Bung Peter ini, aku ngobrol dengan Nita.
Nita orangnya cantik dan juga imu-imut. Aku langsung saja tertarik padanya. Tidak lama kemudian Oom Errol datang dan langsung mencium Ibu di keningnya dan menyalami Nita. Melihatku akrab dengan Nita, dia mempersilakan aku dan Nita duduk mojok di ruang depan. Saking asyiknya kami hingga tidak tahu kalau Ibu dan kedua laki-laki itu telah tidak berada di situ lagi. Nita menarik tanganku seolah mengajakku untuk masuk ke dalam kamar yang satunya lagi, sementara aku masih bingung.
"Mereka pasti sudah masuk kamar Jeff, ayo kita juga, masuklah..!"
Aku seperti kerbau yang dicocok hidungnya mengikuti saja apa kemauannya Nita. Sesampai di dalam kamar, segera kami melanjutkan permainan tadi, malahan kini Nita lebih ganas lagi dan kami berdua telah bertelanjang bulat di atas tempat tidur. Tiba-tiba aku ingat Ibu lagi, gerakanku terhenti dan berpaling.
Segera Nita menarikku lagi sambil berbisik, "Kamu mau lihat apa yang mereka lakukan di kamar sebelah..?"
"Emangnya bisa dilihat ya..?"
Lalu Nita melompat berdiri dan menghampiri dinding serta memindahkan sebuah lukisan di dinding dan menyuruhku untuk mengintip dari lubang kecil di tembok itu. Dan apa yang kulihat itu membuatku benar-benar gemas, tapi aku sadar akan situasi di dalam rumah ini.
Apa yang kulihat itu adalah Ibu dan Bung Peter ini dua-duanya sudah bertelanjang bulat, Bung Peter ini sedang menggumuli Ibu tapi kelihatannya Ibu tidak mau dan Bung Peter ini memaksanya dengan amat kasarnya. Tangannya dengan sangat kasarnya menyodok-nyodok lubang vaginanya Ibu serta meremas-remas buah dada Ibu.
Selagi aku berdiri dengan tegang mengintip, Nita melakukan oral sex padaku, dan akhirnya Ibu di baringkannya dan Peter mulai menyetubuhi Ibu dengan amat rakusnya. Aku lalu berpaling kepada Nita, menariknya ke atas tempat tidur dan mulai menyetubuhinya. Nita mendengus dengan penuh nafsu dan kami lupa pada segalanya.
Ketika selesai, segera aku melompat dan mengintip lagi. Kini yang kulihat lebih seru lagi. Ibu terjepit di antara tubuh kedua laki-laki itu, wajah Ibu meringis entah merasakan sakit atau enak, tubuhnya terguncang-guncang dengan hebatnya dan peluhnya bercucuran, seperti tiga ekor kuda yang sedang berpacu menuju garis finish.
Aku dan Nita lebih duluan keluar, lalu muncul Bung Peter dengan wajah puas dan berkeringat, tapi sampai sepuluh menit berselang Ibu tidak keluar juga. Lalu aku segera masuk ke dalam kamar dan melihat Ibu dan Oom Errol lagi pulas tertidur masih dalam keadaan telanjang bulat saling berpelukan.
Dalam mobil menuju pulang, aku dan Ibu saling membisu. Setiba di rumah, Ibu langsung mengunci dirinya dalam kamar. Setelah hari itu hatiku menjadi berbunga-bunga, sebab merasakan kehadiran Nita dalam hidupku saat ini. Ternyata aku dapat juga jatuh cinta kepada wanita lain, pikirku.
*****
Pada suatu hari kumasuki kamar Ibu tanpa mengetuk pintu lebih dahulu, membuat Ibu jadi kaget dan aku pun ikut kaget melihat Ibu dalam keadaan setengah telanjang itu. Langsug kusergap dia dan memagut bibir-bibirnya serta meremas pantatnya dengan penuh nafsu, tapi Ibu nampaknya dingin saja terhadapku, membuatku jadi heran.
"Kenapa kamu Hesti..?" tanyaku sambil menatapnya, Ibu mencibir bibirnya.
"Kok nggak ke tempatnya Nita Jeff..?" tanya Ibu sambil mendorongku.
"Nitanya lagi pergi."
Ibu hendak pergi dari situ, tapi cepat kutarik lengannya dan kudorong dia ke atas tempat tidur serta mendekatinya dengan perasaan amarah yang meluap.
"Kamu kok kasar gitu sich Jeff..?"
"Kenapa kamu menghindariku heh..? Kamu wanita pelacur..!" bentakku.
"Aku ini Ibumu Jeff, jangan ngomong kasar gitu dong..!"
"Kamu Ibu yang durhaka, aku sudah ngentot sama kamu, masih pantas kah kamu merasa dirimu sebagai seorang Ibu? Kamu tahu Hesty, aku melihat kamu di kamar sebelah diembat sama dua orang lelaki sekaligus dan kamu dibayar untuk itu, memang kamu pelacur."
Ibu jadi terdiam dan tertunduk, kulihat butir-butir air matanya mengalir di pipinya.
Dengan perasaan gemas dan marah, kulucuti semua pakaiannya. Ibu hendak berontak, lalu kutampar pipinya, membuat Ibu terkejut oleh perlakuan kasarku itu dan menutup wajahnya sambil terus menangis. Aku benar-benar sudah tidak punya rasa belas kasihan lagi padanya, yang ada dalam benakku hanyalah pikiran kotor dan nafsu setan belaka. Kubuka pahanya dan kusetubuhi Ibu dengan sangat kasarnya, kami bergumul seru serta peluh yang bercucuran di siang bolong itu.
Sepuluh menit berlalu, lima belas menit berlalu, dan Ibu mulai menjerit histeris seperti biasanya kalau hendak mencapai orgasmenya. Aku semakin kuat lagi menggenjot, dan akhirnya kami sama-sama mencapai puncak kenikmatan itu, kemudian terbaring lesu sambil terus berpelukan. Kujilati keringat Ibu di payudaranya dan juga di lehernya, sementara Ibu masih tersengal-sengal napasnya berbaring dengan menatap hampa ke langit-langit kamar. Ibu tetap saja diam tidak bergerak ketika aku bangun dan keluar dari kamar itu.